NAMA :
SITI NUR AMALIA
NPM :
17-630-024
KEGAGALAN
KONSTRUKSI
ANALISIS KEGAGALAN KONSTRUKSI
DARI PERSPEKTIF
SOCIO – ENGINEERING SYSTEM
ABSTRAK
Salah satu penyebab utama kerentanan fisik dan
lingkungan adalah kegiatan manusia dalam membangun lingkungan-binaannya, dan
hal ini sangat erat terkait dengan sektor konstruksi. Cara membangun yang
salah,
baik dari segi
perencanaan dan
perancangan maupun
dari
segi pelaksanaan
dan pengawasannya
dapat menghasilkan
infrastruktur yang rentan terhadap
bencana, selain juga risiko degradasi lingkungan. Hasil studi data
statistik kegagalan, memperlihatkan bahwa Practitioners mempunyai
saham dan potensi yang lebih besar dari Theoreticians dalam menekan
resiko kegagalan.
Persentasi
resiko terbesar
datang
dari
Human Activities dan Human Attitude. Socio-Engineering berfokus pada atribut
yang melekat pada seseorang seperti , sikap (attitude), keahlian
(skill) , nilai/norma yang diyakini (values), relasi sesama manusia, pengakuan dan penghargaan (reward system), wewenang struktural (authority structure). Hasil penelitian ini
dapat dijadikan suatu teori yang berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol suatu gejala. Penelitian ini menganalisis Kegagalan
Konstruksi
dari Perspektif Socio – Engineering System. Pengaruh Socio – Engineering System terhadap kegagalan
kontruksi dan bangunan sangat beresiko ( 66,7 %) dalam artinya perilaku manusia memiliki
peranan yang cukup berarti dalam kegagalan
konstruksi. Kegagalan
konstruksi dilihat
dari perspektif socio engineering system yang berpengaruh yaitu
pada tahap perencanaan,
dokumen perencanaan
dan proses
pengadaan.
Pada tahap ini faktor
yang dapat
mengakibatkan kegagalan
kontruksi,
seperti persaingan
yang tidak sehat ,korupsi, kolusi,
nepotisme, (KKN) dan penyuapan
agar memenangkan
tender Pengadaan Barang
dan Jasa (90,00 % ), Terjadinya persekongkolan dengan Owner untuk mengatur harga penawaran diluar prosedur pengadaan(80,00 %),
Keinginan Owner untuk meraih keuntungan yang tidak normal ( Fee Proyek )
dengan menekan imbalan jasa dari konsultan Perencana / Kontraktor diluar kontrak yang telah disepakati (76,7%).
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu penyebab utama kerentanan fisik dan
lingkungan adalah kegiatan manusia dalam membangun lingkungan-binaannya, dan
hal ini sangat erat terkait dengan sektor konstruksi. Cara membangun yang salah, baik dari segi
perencanaan dan
perancangan maupun
dari
segi
pelaksanaan dan pengawasannya
dapat menghasilkan
infrastruktur yang rentan terhadap
bencana, selain juga risiko degradasi
lingkungan. Untuk mendapatkan faktor penyebab kegagalan konstruksi tidaklah mudah. Seringkali sumber dari kegagalan itu sendiri merupakan akumulasi dari berbagai faktor. Oyfer (2002) menyatakan bahwa
“Construction failures, including
quality defects may stem from not only single but also multiple
sources”. Sedangkan Pranoto (2007) menyebutkan bahwa sumber kegagalan konstruksi seringkali
dipengaruhi oleh
faktor alam dan perilaku manusia.
Faktor alam dicontohkan
sebagai kegagalan yang terjadi akibat perubahan dinamik dari alam seperti letusan gunung berapi, banjir,
gelombang
laut dan gempa bumi. Perilaku manusia juga berperan signifikan
terhadap kegagalan
konstruksi.
Vickynason (2003) menyatakan bahwa 80% dari total projects risk in construction dimungkinkan penyebabnya faktor manusia. Riset yang dilakukan Oyfer (2002) menyatakan “construction defects”
di Amerika disebabkan oleh faktor manusia (54%), desain (17%), perawatan (15%), material (12%), dan hal tak terduga (2%).
Pada umumnya kasus pada pekerjaan konstruksi didominasi oleh
penyimpangan berupa pengaturan
lelang, kekurangan volume pekerjaan, ketidak-sesuaian spesifikasi
berupa pengurangan kualitas pekerjaan,
pemahalan harga atau mark up
dan keterlambatan penyelesaian
pekerjaan. Hal ini merupakan penyimpangan pada pekerjaan
konstruksi.
Yang nantinya
hal ini akan menimbulkan
gejala lain, yang tampaknya meningkat menjadi lebih dominan pada masa resesi ekonomi dewasa ini. Gejala dimulai
dari keinginan
dari pihak yang terkait
memperoleh
short-term
profit dengan menempuh
jalur yang
tidak normal dan menggantinya
dengan kompetisi
yang
didasarkan pada besarnya angka rupiah semata.
Dengan memahami hal
tersebut, dapat dikembangkan kebijakan-kebijakan pro-aktif
untuk membangun konstruksi Indonesia agar mampu berperan positif dalam mengurangi risiko kegagalan
konstruksi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Kegagalan Konstruksi
Kegagalan konstruksi
merupakan kegagalan yang bersifat teknis dan non teknis. Kegagalan ini dapat disebabkan karena kegagalan pada proses pengadaan
barang atau jasa, atau kegagalan saat
proses pelaksanaan konstruksi. Kegagalan
perkerjaan konstruksi adalah keadaan hasil pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai
dengan spesifikasi pekerjaan sebagaimana disepakati dalam kontrak kerja konstruksi baik sebagian maupun keseluruhan sebagai akibat kesalahan pengguna
jasa atau penyedia jasa. (PP. 29/2000 pasal 31 tentang Penyelenggaran Jasa Konstruksi).
Untuk mendapatkan
faktor penyebab kegagalan
konstruksi tidaklah mudah. Seringkali
sumber dari
kegagalan itu
sendiri merupakan akumulasi dari berbagai faktor. Oyfer (2002) menyatakan “construction defects” di Amerika disebabkan oleh faktor manusia (54%), desain (17%), perawatan
(15%), material
(12%), dan hal tak terduga
(2%). Vickynason (2003) menyatakan bahwa 80% dari total projects risk in construction dimungkinkan penyebabnya faktor manusia.
Sementara itu, Carper (1989) menyatakan bahwa penyebab potensial
untuk kegagalan konstruksi secara umum
disebabkan oleh : site selection
and site developments errors,
programing
deficiencies, construction errors, material deficiencies and operational errors
2.2.
Masalah
dan Penyelesaian Kegagalan
Proyek Konstruksi
Herry Ludiro Wahyono (2011), faktor yang mempengaruhi kegagalan
proyek yaitu konstruksi biaya yang dialokasikan, kualitas pelaksanaan pekerjaan,
serta waktu pelaksanaan. Kegagalan konstruksi pada bangunan gedung terjadi pada kegagalan : elemen struktur
dengan rata-rata penyimpangan
sebesar 4,36% dari nilai kontrak, elemen atap
2,53%, pondasi 0,15%, utilitas 0,12% dan finishing
0,07%. Kesuksesan proyek konstruksi
tergantung dari peran pengawas. Dalam
model : Pengawas internal (Kontraktor) dan pengawas eksternal (Konsultan
Pengawas) berpengaruh signifikan terhadap kualitas proyek, sehingga
untuk
memperkuat fungsi pengawas perlu pemenuhan terhadap kode etik profesi pengawas
yang
tertuang
dalam Surat
Keputusan Sertifikat
Keahlian. Faktor
internal Supervisi (Kontraktor)
mempengaruhi kualitas dan eksternal supervisi (Konsultan Pengawas),
sedangkan faktor kualitas sangat tergantung eksternal
Supervisi.
Menurut Ervianto
(2002), manajemen pengelolahan setiap proyek rekayasa sipil
meliputi fungsi dasar manajemen, yaitu :
a)
Perencanaan (Planning)
Setiap proyek konstruksi
pasti selalu
dimulai dengan proses perencanaan agar proses ini
berjalan dengan baik maka ditentukan terlebih
dahulu sasaran utamanya. Perencanaan dapat didefinisikan sebagai
peramalan masa
yang akan datang dan perumusan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan berdasarkan peramalan tersebut. Bentuk perencanaan dapat
berupa perencanaan prosedur, perencanaan metoda
kerja, perencanaan standar pengukuran hasil, perencanaan anggaran biaya,
perencanaan
program
(rencana
kegiatan
beserta jadwal).
b) Pengawasan (supervising)
Pengawasan dapat didefinisikan sebagai interaksi langsung antara individu-individu dalam organisasi untuk mencapai kinerja dalam tujuan organisasi. Proses ini berlangsung secara berkelanjutan
dari waktu ke waktu guna mendapatkan keyakinan bahwa pelaksanaan kegiatan berjalan sesuai
prosedur yang ditetapkan
untuk hasil yang diinginkan.
c)
Pelaksanaan (construction)
Dalam kenyataannya, kegiatan ini dilakukan oleh pihak pelaksana
konstruksi dan pihak pemiliki proyek. Pengawasan dilakukan oleh
pelaksanaan konstruksi
bertujuan mendapatkan hasil yang telah ditetapkan
oleh pemiliki proyek, sedangkan pengawasan oleh pemiliki bertujuan memperoleh keyakinan bahwa apa yang
akan diterimanya sesuai
dengan apa yang dikehendaki. Parameter hasil pelaksanaan kegiatan dituangkan dalam spesifikasi.
Sanksi atau hukuman mengenai kegagalan konstruksi dapat ditinjau dari
Undang Undang RI No. 18 Tahun
1999 dalam pasal
43 sebagai berikut:
1.
Barang siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi
ketentuan keteknikan dan mengakibatkan
kegagalan
pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan
dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun
penjara
atau dikenakan denda
paling banyak
10% (sepuluh perseratus)
dari nilai kontrak.
2. Barang
siapa
yang
melakukan
pelaksanaan
pekerjaan
konstruksi yang bertentangan atau tidak sesuai dengan
ketentuan
keteknikan
yang telah
ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan
pekerjaan konstruksi atau
kegagalan bangunan dikenakan pidana
paling lama 5 (lima) tahun penjara
atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh
per
seratus) dari nilai kontrak.
3. Barang siapa yang
melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan sengaja memberi kesempatan kepada orang
lain yang melaksanakan
pekerjaan
konstruksi melakukan penyimpangan terhadap
ketentuan keteknikan dan menyebabkan timbulnya kegagalan
pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima)
tahun penjara atau
dikenakan denda
paling banyak 10%
(sepuluh
per seratus) dari nilai kontrak.
2.1.Pengembangan Kuisioner
Kuisioner di ambil dari ilmu tentang kegagalan struktur bangunan yang
merupakan keadaan bangunan yang tidak berfungsi, baik secara keseluruhan
maupun sebagian
dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja dan keselamatan umum, sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan atau pengguna
jasa
setelah penyerahan akhir pekerjaan konstruksi. Kegagalan bangunan karena strukturnya gagal berfungsi dapat menimbulkan kerugian harta benda, bahkan
korban jiwa. Oleh
karen
itu perlu diantisipasi secara
cermat
Penanggung
jawab kegagalan bangunan dapat dikenakan kepada institusi
maupun orang perseorangan, yang melibatkan
keempat unsur utama dalam
pembangunan yaitu :
1) menurut Undang-undang No. 18 tahun 1999, pasal 26, ketiga unsur utama
proyek yaitu: perencana, pengawas dan kontraktor
(pembangun).
2) menurut pasal
27,
jika
disebabkan karena
kesalahan pengguna jasa/bangunan dalam pengelolaan dan menyebabkan kerugian pihak lain,
maka pengguna jasa/bangunan wajib bertanggung-jawab dan dikenai ganti rugi.
Penyebab keruntuhan yang munkin terjadi
berdasarkan
data
yang dikumpulkan pengamatan
dilapangan, maka akibat beberapa hal sebagai berikut:
a. Pemilihan lokasi
yang beresiko
b. Ketentuan proyek yang tidak jelas
c. Kesalahan perencanaan
d. Kesalahan pelaksanaan
e. Material yang tidak
bermutu
Dalam kegagalan proyek konstruksi tidak lepas dari ketiga unsur utama di atas. Berikut faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan proyek konstruksi dalam bidang perencanaan hingga
pelaksanaan.
1.
Penyebab kegagalan perencana
umumnya disebabkan
oleh beberapa faktor
yaitu:
a.
Tidak mengikuti TOR
b.
Terjadi penyimpangan dari prosedur baku, manual atau peraturan yang berlaku,
c.
Terjadi kesalahan
dalam penulisan
spesifikasi teknik,
d.
Kesalahan atau kurang
profesionalnya perencana dalam menafsirkan
data perencanaan dan dalam menghitung kekuatan rencana suatu
komponen konstruksi,
e.
Perencanaan
dilakukan tanpa dukungan data penunjang perencanaan
yang
cukup dan akurat.
f.
Terjadi
kesalahan dalam pengambilan asumsi besaran rencana (misalnya beban
rencana) dalam perencanaan,
g.
Terjadi kesalahan
perhitungan arithmatik,
h.
Kesalahan gambar
rencana
2.
Penyebab kegagalan pengawas
umumnya disebabkan oleh :
a. Tidak melakukan
prosedur pengawasan dengan
benar,
b. Tidak mengikuti TOR,
c. Menyetujui proposal tahapan pembangunan yang tidak sesuai dengan spesifikasi,
d. Menyetujui proposal tahapan pembangunan yang tidak didukung oleh metode konstruksi
yang benar,
e. Menyetujui gambar rencana
kerja yang tidak didukung
perhitungan teknis.
3.
Penyebab kegagalan pengawas umumnya disebabkan
oleh :
a. Tidak mengikuti
spesifikasi sesuai kontrak,
b. Salah mengartikan spesifikasi,
c. Tidak melaksanakan pengujian mutu
dengan benar,
d. Tidak menggunakan material
yang
benar,
e. Salah membuat metode kerja,
f. Salah membuat gambar kerja,
g. Merekomendasikan
penggunaan
peralatan
yang
salah.
BAB III
METODOLOGI
Dengan penelitian ini
maka akan dapat dibangun suatu teori yang berfungsi
untuk menjelaskan,
meramalkan,
dan mengontrol suatu gejala. Penelitian ini menganalisis Kegagalan Konstruksi
dari Perspektif Socio
–
Engineering System. Untuk
memberikan kepastian,
data yang
dimiliki
berdistribusi normal atau tidak, maka digunakan uji statistik normalitas.Untuk itu
perlu suatu pembuktian. uji statistik normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Chi-Square. Salah satu metode dalam
penelitian
adalah
metode
deskriptif
kuantitatif, dimana
suatu metode
dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi,
suatu sytem pemikiran, ataupun
kelas peristiwa
pada masa sekarang
tujuan
utama
dalam melakukan penelitian deskriptif ialah
untuk menggambarkan situasi atau objek dalam fakta yang
sebenarnya, secara sistematis dan karakteristik
dari subjek dan objek tersebut diteliti secara
akurat, tepat dan sesuai kejadian yang sebenarnya.
Gambar
3.1 Diagram Alir Metoda Penelitian
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.
Analisis Tingkat Kerentanan
Dari data
yang
diteliti perlu dicermati
mengenai
fase
tahapan
– tahapan pada proyek yaitu Idea/Concept ,
Tahap Perencanaan Konstruksi
,Dokumen Perencanaan, Proses Pengadaan , Pelaksanaan Konstruksi, Evaluasi Produk/ Pemanfaatan
Produk,
Operasi
dan Pemeliharaan
. Dari
tahapan-tahapan tersebut dinilai banyak terkandung faktor-foktor penyebab kerentanan
bangunan dilihat dari perspektif sosio engineering system.
Tabel 4.1.
Penilaian Kegagalan Konstruksi dan bangunan dari perspektif socio – engineering system
Penilaian Frekuensi Persentase
Resiko
|
20
|
66,7
|
Tidak Beresiko
|
10
|
33,3
|
Total
|
30
|
100,0
|
Data di atas menunjukkan bahwa dari 30 responden, 20 ( 66,7 % )
responden menyatakan kegagalan konstruksi dari
perspektif socio –
engineering system termasuk kategori
beresiko terhadap
kegagalan konstruksi. Ini dapat diartikan prilaku
/
socio – engineering system menyumbang kontribusi yang negative terhadap dunia konstruksi dan perilaku manusia / pihak – pihak yang berperan memiliki peranan yang cukup berarti dalam kegagalan bangunan.
4.2.
Model Kuantitatif Kegagalan Konstruksi
Analisis Korelasi
Variabel
Kuantitatif
Model
Kegagalan
Konstruksi
digunakan untuk
menguji
seberapa kuat
hubungan tujuh
variabel
kuantitatif.
Hasil Uji korelasi selengkapnya seperti disajikan pada Tabel berikut.
Tabel 4.1. Hubungan Sub Fase Idea/Concept Di Lihat Dari Perspektif Socio Engineering System Terhadap
Kegagalan Kontruksi Dan Bangunan
Idea/Concept
|
Kegagalan
Kontruksi Dan Bangunan
|
Jumlah
|
OR 95
% CI
|
P-Value
|
||||
|
Beresiko
|
Tidak Beresiko
|
|
|
|
|
||
|
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
|
|
Kurang Baik
|
13
|
65
|
6
|
60
|
19
|
63,3
|
1,238
|
0.789
|
Baik
|
7
|
35
|
4
|
40
|
11
|
36,7
|
|
|
Total
|
20
|
100
|
10
|
100
|
30
|
100
|
|
|
Tabel 4.2. Hubungan Sub Fase Tahap Perencanaan Konstruksi dari Perspektif Socio Engineering System
Terhadap Kegagalan Kontruksi Dan Bangunan
Tahap Perencanaan
Konstruksi
|
Kegagalan
Kontruksi Dan
Bangunan
|
Jumlah
|
OR 95 % CI
|
P- Value
|
||||
|
Berisiko
|
Tdk Berisiko
|
|
|
|
|
||
|
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
|
|
Kurang Baik
|
14
|
70
|
3
|
30
|
17
|
56,7
|
5.444
|
0,037
|
Baik
|
6
|
30
|
7
|
70
|
13
|
43,3
|
|
|
Total
|
20
|
100
|
10
|
100
|
30
|
100
|
|
|
Tabel 4.3. Hubungan
Sub fase dokumen perencanaan dari Perspektif socio engineering system terhadap kegagalan kontruksi dan bangunan
Dokumen
Perecanaan
|
Kegagalan Kontruksi Dan
Bangunan
|
Jumlah
|
OR 95 % CI
|
P-Value
|
||||
|
Berisiko
|
Tdk Berisiko
|
|
|
|
|
||
|
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
|
|
Kurang Baik
|
14
|
70
|
3
|
30
|
17
|
56,7
|
5,444
|
0,037
|
Baik
|
6
|
30
|
7
|
70
|
13
|
43,3
|
|
|
Total
|
20
|
100
|
10
|
100
|
30
|
100
|
|
|
Tabel 4.4. Hubungan Sub fase
Proses Pengadaan dari
kerentanan socio
engineering
system
terhadap
kegagalan kontruksi dan bangunan
Proses Pengadaan
|
Kegagalan
Kontruksi Dan
Bangunan
|
Jumlah
|
OR 95
% CI
|
P-Value
|
||
|
Berisiko
|
Tdk Berisiko
|
|
|
|
|
|
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
|
|
Kurang Baik
|
14
|
70
|
2
|
20
|
16
|
53,3
|
9,333
|
0,010
|
Baik
|
6
|
30
|
8
|
80
|
14
|
46,7
|
|
|
Total
|
20
|
100
|
10
|
100
|
30
|
100
|
|
|
Tabel 4.5. Hubungan Sub fase Pelaksanaan Kontruksi dari Perspektif socio engineering system terhadap
kegagalan kontruksi dan bangunan
Pelaksanaan
Kontruksi
|
Kegagalan Kontruksi Dan
Bangunan
|
Jumlah
|
OR 95
% CI
|
P-Value
|
||||
|
Berisiko
|
Tdk Berisiko
|
|
|
|
|
||
|
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
|
|
Kurang Baik
|
13
|
65
|
3
|
30
|
16
|
53,3
|
4,333
|
0,070
|
Baik
|
7
|
35
|
7
|
70
|
14
|
46,7
|
|
|
Total
|
20
|
100
|
10
|
100
|
30
|
100
|
|
|
Tabel 4.6. Hubungan Sub fase Evaluasi Produk / Pemanfaatan Produk
dari Perspektif socio engineering
system terhadap kegagalan kontruksi dan bangunan
Evaluasi
Produk / Pemanfaatan
Produk
|
Kegagalan Kontruksi Dan
Bangunan
|
Jumlah
|
OR 95
% CI
|
P-Value
|
||||
|
Berisiko
|
Tdk Berisiko
|
|
|
|
|
||
|
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
|
|
Kurang Baik
|
14
|
70
|
7
|
70
|
21
|
70
|
1,000
|
1,000
|
Baik
|
6
|
30
|
3
|
30
|
9
|
30
|
|
|
Total
|
20
|
100
|
10
|
100
|
30
|
100
|
|
|
Tabel 4.7. Hubungan
Sub fase Operasi dan Pemeliharaan dari Perspektif socio engineering system terhadap
kegagalan kontruksi dan bangunan
Operasi dan
Pemeliharaan
|
Kegagalan Kontruksi Dan
Bangunan
|
Jumlah
|
OR 95
% CI
|
P-Value
|
||||
|
Berisiko
|
Tdk Berisiko
|
|
|
|
|
||
|
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
|
|
Kurang Baik
|
13
|
65
|
3
|
30
|
16
|
53,3
|
4,333
|
0,070
|
Baik
|
7
|
35
|
7
|
70
|
14
|
46,7
|
|
|
Total
|
20
|
100
|
10
|
100
|
30
|
100
|
|
|
Dari tabel hasil uji korelasi diatas terdapat tiga variabel yaitu :
Hasil uji statistik pada Sub fase Perencanaan Konstruksi
diperoleh nilai p
= 0,037 (p-value < 0,05). Karena nilai P-value 0,037 > 0,05, maka dapat disimpulkan
ada hubungan yang bermakna antara tahap perencanaan
dengan kegagalan kontruksi dan bangunan dan nilai OR = 5,444 artinya pada Tahap Perencanaan Konstruksi dengan beberapa sumber penyebab kerentanan
dari sikap/ prilaku yang kurang baik sebesar 5,4 kali
beresiko terhadap
kegagalan kontruksi
dan bangunan jika dibandingkan dengan
sikap/ prilaku dari tahap perencanaan konstruksi yang baik.
Pada Sub fase
Perencanaan Konstruksi faktanya tidak bisa dipungkiri fee atau komisi juga jual beli proyek setiap pekerjaan
yang ada
di
pemerintah harus
menggunakan fee atau
komisi. Baik
anggaran APBN maupun anggaran APBD semua sama. Besarnya
fee atau komisi dalam setiap Proyek berbervariasi tergantung
dari
besarnya
anggaran. Mulai
dari 5% sampai dengan
20% bahkan ada yang lebih dari 40%. Kalau tidak mengikuti ataran ini tentu tidak akan mendapatkan pekerjaan.
Didasari atau
tidak, pengguna
jasa
telah mengambil resiko.
Pengguna jasa turut memegang saham dalam kumulasi resiko.
Hasil uji statistik pada Sub fase dokumen perencanaan diperoleh nilai p
= 0,037 (p-value < 0,05).
Dengan demikian
dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara dokumen perecanaan
dengan kegagalan kontruksi dan bangunan dan nilai OR = 5,444 artinya dokumen perecanaan yang kurang baik sebesar 5,4 kali berisiko terhadap kegagalan
kontruksi dan bangunan
yang berisiko jika dibandingkan dengan dokumen perecanaan baik.
Pada Sub fase dokumen perencanaan faktanya dapat dilihat kerentanan socio-engineering
system terhadap
kegagalan bangunan yang timbul
dari dokumen
perencanaan
seperti
“Konsultan Perencana men sub kontrakan pekerjaan Perencanaannya kepada pekerja yang tidak profesional” sebesar
73,30%. Keadaan ini
diperburuk oleh
kepincangan pengaturan
hubungan
primary consultant dan secondary consultant, ketidakseimbangan antara pembagian
resiko dan imbalan, antara hak dan tanggung jawab. Maka diperlukan kebijaksanaan segi profesionalisme konsultan.
Pada prakteknya
main consultant
mengadakan
kerja sama kepada
profesionalisme semu yang penuh gamling dengan tujuan dapat menekan imbalan jasa
Hasil uji
statistik pada
Sub fase Proses Pengadaan diperoleh
nilai p = 0,010
(p-value
< 0,05). Dengan demikian
hal ini dapat diartikan ada hubungan
yang bermakna
antara proses pengadaan dengan kegagalan kontruksi
dan bangunan
dan nilai OR = 9,333 artinya
pada
sub
fase
proses pengadaan
dengan beberapa
sumber penyebab kerentanan
dari sikap/ prilaku yang kurang baik sebesar 9,3 kali beresiko
terhadap kegagalan kontruksi dan
bangunan jika dibandingkan
dengan sikap/ prilaku
dari proses pengadaan
yang baik.
Pada Sub fase
Proses Pengadaan
hal
ini dapat diartikan bahwa
dalam sub
fase pada proses pengadaan banyak
terdapat indikasi –
indikasi yang
mengakibatkan kegagalan kontruksi
dan bangunan. Banyak contoh kasus yang terjadi pada proyek konstruksi yang dapat memperkuat hasil dari
analisa ini, salah satunya
adalah
persaingan
yang
tidak sehat ,korupsi, kolusi,
nepotisme,
(KKN) kecurangan dan
penyuapan agar memenangkan tender
Pengadaan Barang dan Jasa. Diantaranya dengan menggunakan cara – cara seperti mengondisikan peserta lelang
“
digugurkan” pada tahap evaluasi administrasi,
membuat lelang dengan sistem arisan ( bergilir ), mengondisikan
peserta lelang yang hanya diikuti oleh beberapa
penyedia
jasa saja serta indikasi
lainnya dalam persekongkolan dalam proses pengadaan. Tentunya hal
ini merupakan penyimpangan yang dikategorikan
perbuatan melakukan
praktik-praktik
monopoli dan
persaingan usaha yang
tidak sehat yang nantinya akan menyebabkan kualitas
pembangunan buruk,
salah
satunya dapat berdampak pada kerentanan bangunan sehingga memunculkan resiko korban. Selain itu juga berdampak
terhadap ekonomi,
lingkungan,
kesehatan dan keselamatan manusia,
dampak pada inovasi, erosi
budaya, menurunnya tingkat
kepercayaan kepada
pemerintah,
kerugian bagi perusahaan yang jujur, serta ancaman serius bagi pekembangan ekonomi.
BAB V
PENUTUP
5.1.
kesimpulan
Berdasarkan hasil
penelitian
yang telah
dilakukan, maka
dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
Ø Kerentanan
dari socio
engineering system sangat
berpengaruh
terhadap
kegagalan kontruksi
dan
bangunan
sangat
beresiko
sebesar
(
66,7
%)
dalam
arti
kata
perilaku manusia / pihak
–
pihak
yang berperan memiliki
peranan
yang
cukup berarti dalam kegagalan
konstruksi dan bangunan.
Ø Kegagalan konstruksi dilihat
dari
persfektif socio
engineering system
tahapan
yang berpengaruh yaitu pada tahap perencanaan ,
dokumen perencanaan dan proses pengadaan.
Sumber penyebab kegagalan kontruksi
dari perspektif
Socio – Engineering System dinilai yang sangat beresiko
yakni persaingan
yang
tidak sehat ,korupsi,
kolusi,
nepotisme, (KKN)
dan penyuapan agar memenangkan tender
Pengadaan
Barang dan
Jasa dinilai ( 90,00% ), Terjadinya persekongkolan dengan Owner untuk mengatur harga penawaran diluar prosedur pengadaan
(80,00 %), Keinginan Owner untuk meraih keuntungan
yang tidak normal ( Fee Proyek
) dengan menekan imbalan
jasa dari konsultan Perencana
/ Kontraktor
diluar kontrak
yang telah disepakati
(76,7%)
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Carper, Kenneth L. ed.1989. Forensic Engineering. Elsevier Science Publishers. New York.
Cartlide dan
Mehrtens. 1982. Practical
Cost
Planning A Guide
for
surveyors
and architects.
Hutchinson &
Co (Publisher) Ltd. London.
Chapman,C. 1997. Project Risk Analysis and Management – PRAM the Generic
Cooper, D. dan Chapman, C. 1993. Risk Analysis For Large Project. First Edition.
Cooper, D. Grey, S. Raymond,G. dan Walker,P.
2005. Project Risk Management
Djojosoedarso, Soeisno. 2003. Prinsip-prinsip Manajemen Resiko Asuransi. Edisi Pertama.
Ervianto, Wulfram. 2009. Manajemen Proyek Konstruksi. Andi. Yogyakarta.
Gray,C.F dan Larson,E.W. 2000. Project Management. First Edition. Irwin Mc Graw-Hill, Boston. Guidelines. John Wiley &
Sons Ltd., England.
Guilford,J.P., B. Fruchter (1981), Fundamental Statistics In Psychology And
Education, Tokyo: McGraw-
HillKogakusha, Ltd.
Hartanto, Agnes Olivia (2006) Model pengaruh faktor laten terhadap perilaku pekerja pada
cacat konstruksi.
Master thesis, Petra Christian University
John Wiley & Sons, Ltd. 2008, The Atrium, Southern Gate, Chichester, PO19 8SQ, England (“Wiley”) Kerlinger, F. N dan Lee, H. B .2000.
Foundation of Behavioral Research (Fourth Edition), USA ; Holt,
Reinnar & Winston. Inc
Kerzner Harold, 2001. Project Management: A System to Planning, Scheduling and Controlling, (7 th
Edition , John Wiley & Sons), hal. 3.
Oyfer. 2002. Multiple Sources Construction Failures and Defects
PMI ( Project Managemen Institute, Inc ). 2004 . A Guide To The Project Managemen Body Of Knowledge
( PMBOK), 3 rd edition, Newtown Square,
Pennsylvania, USA.
Pranoto. 1997. Faktor kegagalan konstruksi. dalam Kurniawan, Y.T., 2012. Simulasi 1-D Banjir Akibat
Keruntuhan Bendungan Alam (Studi Kasus Bencana Banjir Bandang di Sungai Kaliputih Kabupaten
Jember tahun 2006). Thesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Process . International Journal of Project Magement, Vol.15. No. 5.
Ramli, Samsul. 2013. Bacaan Wajib Para Praktisi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jakarta : Visimedia. Republik Indonesia. 1999. Undang – undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Sekretariat
Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 1999. Undang – undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sekretariat
Negara. Jakarta
Republik Indonesia. 1999.
Undang
–
undang
Tindak Pidana
Korupsi
Nomor 31 Tahun
1999
tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik
Indonesia. 1999. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lingkungan Hidup,
dan
Pelaksanaannya. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 2004. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara. Sekretariat
Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 2010. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang / Jasa
Pemerintah. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.
Republik Indonesia.
2011. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Sekretariat Kabinet RI.
Jakarta.
Republik Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
Republik Indonesia. 2013. Keppres No. 80/2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.
Shahab, Hamid. 1996, Langkah Memperkecil Risiko Dalam Pembangunan, Cetakan Pertama, Penerbit
Djambatan, Jakarta.
Soeharto. 1999.Manajemen Proyek 1. Erlangga. Jakarta. Soeharto. 2001. Manajemen Proyek 2.Erlangga.
Jakarta.
Sunarti, E.
2009. Analisis
Kerentanan Sosial Ekonomi Penduduk dan
Wilayah untuk Analisis Resiko Bencana. Makalah disampaikan
sebagai bahan
Penyusunan Rencana
Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia 2009-2013.
Susanto Hendra &
Makmur Hediana. 2013. Auditing Proyek-proyek Konstruksi. Yogyakarta:
Andi Offset.
Suswinarno. 2013. Mengantisipasi Risiko dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jakarta: Visimedia Suwandi. 2010. Kajian Manajemen Resiko pada Proyek dengan Sistem Kontrak Lump Sum dan Sistem
Kontrak Unit Proce (Studi Kasus : Proyek Jalan dan Jembatan, Gedung, Bangunan Air).
Tesis Program
Pascasarjana Magister Teknik Sipil Universitas Diponegoro. Semarang.
Tumilar. 2006. Latar
belakang
dan
Kriteria dalam Menentukan Tolok Ukur
Kegagalan
Bangunan.HAKI.Jakarta.
Vickynasyon, 2002, Total Project Risk in Construction. New York.